Manajemen persediaan adalah suatu proses pengolahan resiko
yang terjadi akibat ketidakjelasan
antara ketersediaan dengan kebutuhan yang diinginkan. Resiko tersebut munculkan
akibat adanya persediaan adalah biaya
persediaan, kerusakan
barang, kehilangan
barang serta space
untuk penyimpanan barang. Untuk menjawab resiko tersebutlah, maka manajemen persediaan diperlukan agar
dapat menghitung biaya yang paling
ekonomis pada setiap barang yang dibeli (dipesan). Biaya
tersebut adalah saling hubungan antara harga bahan baku, biaya penyimpanan yang
umunnya dihitung berdasarkan persentase tertentu dari nilai persediaan
rata-rata, jumlah bahan baku yang dibutuhkan dalam satu priode misalnya dalam
satu tahun, dan biaya pesan.
Perhitungan biaya persediaan yang paling
ekonomis yang dikenal dengan istilah Economic Order Quantity (EOQ).
Keterangan
:
R = Requirement
of raw material, jumlah bahan baku yang dibutuhkan selama suatu periode.
S = Set
up cost, biaya pesan setiap kali pemesanan.
P
= Price, harga bahan baku per unit (satuan).
I =
Inventory, biaya penyimpanan persediaan yang umunya dinyatakan dalam persentase dari nilai rata-rata.
Contoh
soal :
PT. Sang Pemimpi pada awal tahun 2010
menyusun anggaran biaya bahan baku
sebanyak 12.000 unit, anggaran bahan baku per unit Rp.100,- , anggaran
biaya pemesan variabel ketiap kali pemesanan Rp. 3.750,- sedangkan biaya
penyimpanan variabel dari rata-rata persediaan 10%. Hitunglah jumlah pembelian
ekonomis dari data diatas?
Jawab
Tabel :
Perhitungan Biaya Persediaan yang Paling Ekonomis
Keterangan tabel :
*
Rp 300.000 = (6.000 x Rp 100/unit) / 2
**
Rp 7.500 = 2 kali pesan @ Rp 3.750
per sekali pesan
***
Rp 30.000 = 10% x Rp. 300.000 nilai persediaan rata-rata
Dalam pengelolaan persediaan bahan baku,
perusahaan harus mempunyai persediaan besi (safety
stock) yaitu suatu jumlah persediaan bahan baku yang harus selalu ada dalam
gudang untuk menjaga kemungkinan keterlambatannya bahan baku yang dipesan.
Disamping itu perusahaan juga harus memperhitungkan penggunaan bahan baku selama waktu menunggu datangnya bahan baku (lead time). Saling hubung safery stock
dengan lead time dapat dihitung titik pemesanan kembali (re-order point).
Misalnya lead time 6 minggu, dan kebutuhan
bahan baku tiap minggu 250 unit, dan safery stock ditentukan 10% dari kebutuhan
selama lead time, re-order point adalah sebagai berikut :
- Re-order point (ROP) = (6 x 250) + 10% (6 X 550)
=
1.500 + 150
=
1.650 unit
Safery stock juga dapat ditentukan berdasarkan kebutuhan bahan baku
dalam beberapa minggu, misalnya dalam 5
minggu, maka :
- Re-order (ROP) = (6 x 250) + (5 x 250)
=
1.500 + 1.250
=
2.750
Yang berhak menentukan besarnya safery
stock dan lead time adalah manajer pabrik berdasarkan pengalaman dari waktu ke
waktu dan pengnerapkan teori dalam praktek produksi. Pada hakikatnya praktek
produksi menentukan teori produksi. Oleh sebab itu walau jenis produksinya
sama, prakteknya belum tentu sama, dan teori untuk memecahkan masalah juga
tidak sama.
Sumber :
Darsono Prawironegoro & Ari Purwanti.
2009. Akutansi Manajemen Edisi 3.
Jakarta : Mitra Wacana Media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar